top of page

Rumah Cerdas Maringkik

  • Gambar penulis: Dinda
    Dinda
  • 7 Jun 2018
  • 4 menit membaca


Pendidikan bukan hanya persoalan sekolah formal. Sekolah formal mungkin menjadi keharusan bagi mereka-mereka yang wilayahnya memfasilitasi adanya sekolah formal. Tapi bagaimana dengan teman-teman kita yang berada jauh dari segala fasilitas itu? dimana nilai-nilai yang berlaku tidak mengarah kepada pendidikan formal. Haruskah kita samaratakan? Biar bagaimanapun pendidikan itu penting, tapi penyesuain bentuk bendidikan di setiap masyarakat itu pun tidak kalah pentingnya.


Wuiiihh serius banget nih kayaknya pembahasan kali ini. Enggak kok..tapi emang issuenya agak serius sih. Kali ini aku mau cerita tentang kegiatan sosial yang baru beberapa bulan lalu aku lakuin. Kali ini aku bareng sama pedjuang Muda untuk Indonesia (PEMUDA) dalam menjalankan tugas kenegaraan. Caelah! Tujuannya jalan-jalan sambil berkegiatan sosial gitu. Ngunjungin daerah-daerah 3T yang punya potensi wisata yang oke punya. Nah, bulan April kemaren Lombok Timur jadi daerah pertama yang kami kunjungi. Kenapa Lombok Timur? Yaa..seperti yang kita tahu, selain Bali, Lombok pun kerap kali di jadikan tujuan wisata yang cukup banyak peminatnya. Tapi...Yuk istirahat sejenak melihat yang indah-indah dan mulai menengok salah satu pulau di lombok yang benar-benar butuh perhatian lebih dari kita-kita yang punya kemampuan lebih.


Kalo kalian pernah mengunjungi Pantai Pink via laut, sehausnya sih lewatin Pulau ini. Pulau Maringkik. Letaknya gak jauh dari pelabuhan Tanjung Luar dan Pantai Pink. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Beberapa kali penelitian ke daerah pesisir atau ke daerah yang bermatapencaharian sebagai nelayan, entah kenapa permasalahannya beda-beda tipis. Pendidikan masih menjadi masalah yang paling utama. Ada yang menganggap pendidikan gak terlalu penting lah, ada yang beranggapan asal bisa baca tulis udah cukup setidaknya gak gampang dibohongi, ada juga yang kesulitan karena sekolahnya gak tersedia. Seperti di Pulau Maringkik ini, pemerintah Cuma menyediakan 1 Sekolah Dasar. Kalo ada pemuda yang mau lanjutin ke jenjang selanjutnya ya harus nyebrang pulau. Sedangkan kapal hanya beroperasi dari jam 6 pagi sampai jam 9 pagi. Sedih gak sih? semacam memang sudah di setting seperti itu. alhasil hanya pemuda-pemuda tertentu saja yang berhasil sampai ke jenjang perkuliahan. Sisanya? ya bekerja.


Kapal sebagai transportasi utama bagi masyarakat Maringkik untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Kapal ini hanya beroperasi dari jam 06.00 pagi sampai 09.00 pagi

Seperti yang aku bilang di awal, kita gak bisa hanya berpatok sama pendidikan formal. Anggaplah pemerintah kesusahan dalam mewujudkan pendidikan yang layak di Pulau Maringkik. Lalu, kita harus pasrah? Terima gitu aja? Ya enggak lah. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan demi membantu pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa. Terus gimana kalo emang warganya yang gak punya semangat belajar? Mungkin kita harus merubah konsep ā€œbelajarā€ itu sendiri. Jangankan mereka, akupun kadang malas dan bosan dengan sistem belajar yang berlaku. Ketika kita bertemu orang-orang yang malas belajar atau tidak semangat dalam dunia pendidikan, tugas kita selanjutnya adalah gimana caranya biar mereka tertarik dan pastinya di sesuaikan dengan keadaan mereka. Makanya aku bilang, jika hanya mengandalkan pendidikan formal aja gak cukup. Kita harus menyediakan pendidikan yang cocok dengan karakteristik masyarakatnya.

ā€œTidak mau, guru di desa suka menghukum. Tidak suka bercanda. Katanya mereka juga yang selalu menentukan jam berapa sekolahnya dan apa yang dipelajari. Kami senang diajar kamu,asal kamu masuk hutan.ā€ (Buku Sokola Rimba, Hal. 94, 13 April, 2000) Sebuah ujaran dari anak rimba kepada Butet Manurung (Seorang antropolog pendiri Sokola Institute) saat beliau sedang merintis Sokola Rimba. Sejak saat itu, ia menjadi paham sekolah seperti apa yang mereka mau.

Ya...tidak selamanya seluruh Rakyat Indonesia cocok dengan pendidikan Formal bentukan pemerintah. Ingat, yang menjadi rakyat Indonesia bukan saja masyarakat yang sudah maju, tapi Indonesia juga masih memiliki masyarakat sederhana loh yang harus kita perhatikan kebutuhannya.


Aku dan PEMUDA memang belum bisa membangun sebuah sekolah untuk teman-teman di Maringkik. Kami juga belum bisa memaksa pemerintah untuk segera melihat keadaan pendidikan di Maringkik. Tapi satu yang aku mau saat itu, gimana caranya biar temen-temen disana bisa terus membaca bagaimanapun keadaanyanya, gimana caranya untuk membuat pemuda disana aktif dalam hal pendidikan sehingga nantinya mereka bisa menyuarakan keluhan daerahnya.



Ah iya, saat itu aku juga membuka donasi loh untuk membantu kami dalam pengadaan buku dan perlengkapan lainnya. gak nyangka temen-temen se peduli itu. Terimakasih untuk yang sudah berdonasi.


Lanjut cerita , akhirnya lahirlah ide pembuatan sebuah ā€œlearning centerā€ bagi teman-teman di Maringkik. Kebetulan disana juga ada sebuah bangunan tak terpakai yang kosong begitu saja. Akhirnya kita sulap bangunan itu jadi lebih ā€œramah anak-anakā€ dari mulai pemilihan warna cat, hiasan dinding, hingga posisi rak buku pun kami pertimbangkan gimana caranya biar anak-anak mau berkunjung. Gak nyesel juga sih ketemu temen-temen multidisiplin dari berbagai daerah. Ada anak psikologi, kesejahteraan sosial, hukum, komunikasi, kesehatan masyarakat aahhh lengkap lah pokoknya. Emang ya ilmu tuh kalo di gabungin efeknya dasyat lo.


Bangunan tak terpakai yang kemudian kami sulap menjadi Rumah Cerdas Maringkik

Learning center itu akhirnya kami beri nama Rumah Cerdas Maringkik. Sesuai dengan harapannya yaitu mencerdaskan temen-temen di Maringkik melalui buku. Selain kita supply dengan berbagai macam buku bacaan (eiittsss..buku bacaan pun kita sortir. Buku-buku seperti LKS, buku sekolah, untuk sementara kita tiadakan) kita juga mengundang pemuda-pemuda Maringkik untuk menggunakan rumah cerdas ini sebagai tempat bertukar pikiran. Tempat pelatihan, rapat, atau berbagi info pendidikan yang tentunya di monitor oleh tim PEMUDA. Jadi meskipun tim PEMUDA sudah tidak ada lagi disana tapi kami tetap menjadi fasilitator bagi teman-teman maringkik yang haus akan info seputar pendidikan.



Animo pemuda sih masih belum terlalu baik karena disana tuh pemudanya sibuk. iya, sibuk melaut. Kalopun pulang ke rumah ya pasti tidur lalu sorenya main. Kalo yang perempuannya sibuk di rumah. Kabarnya di Maringkik itu rawan hamil diluar nikah. Jadinya orang tua disana benar-benar melarang anak gadisnya untuk keluar rumah apalagi sehabis magrib. Kalopun keluar rumah hanya sore hari dan itupun di teras rumah. Bahkan akupun gak sempet ketemu remaja-remaja disana. Untungnya kami di bantu perangkat desa untuk bisa komunikasi sama pemuda-pemuda di sana. Tapi ya itu PRnya masih buanyak. Butuh waktu yang lama supaya Rumah Cerdas Maringkik bisa berjalan sesuai visinya.



Kehidupan temen-temen di Maringkik yang begitu keras bener-bener bikin aku bersyukur for everything. Hingga aku menyadari bahwa membantu sesama adalah kebutuhan.

Comments


Bergabung dengan milis kami

Jangan pernah ketinggalan kabar terbaru

© 2023 by Closet Confidential. Proudly created with Wix.com

bottom of page