Pura Lempuyang Luhur: 9 Dewa Penguasa Penjuru Mata Angin
- Dinda
- 17 Des 2018
- 4 menit membaca

Selama ini selalu pengen ngerasain sisi lain Bali. Ngeliat bule, beer, club, butik, kayaknya sudah biasa. Pada akhirnya, Tuhan ngasih aku kesempatan melihat sisi lain Bali di Karangasem. Sebuah daerah yang terletak di sisi timur Bali. Jarak antara Denpasar – Karangasem itu sekitar 1.5 – 2 jam. Di sini, jarang ditemukan penginapan ataupun tempat hiburan seperti di Kuta. Hawa udaranya juga sejuuukkk banget! Kalau jalan kesini di pagi hari, kalian akan disuguhkan dengan pemandangan para gadis Bali yang hendak ke Pura, atau ibu-ibu yang sibuk bawa sesajen di kepalanya. Ya, ini pemandangan Bali yang aku inginkan.
Pagi itu aku dan teman ku check out pukul 04.00 pagi. Kuta masih sepi sekali, jalanan pun hanya diisi oleh bapak-bapak yang sibuk mengangkut sayuran di motornya kala itu. Awalnya, ingin melihat sunrise di sana, namun perjalanan begitu panjang ternyata. Matahari pun terbit dan enggan menunggu kami datang. Kata orang, hati-hati jika ingin ke Karangasem, agak rawan. Apalagi kami dua perempuan berbadan mungil dan kuyus-kuyus. Berbekal peringatan itu, sepertinya tubuh kami jadi extra waspada. Alhasil, kami tidak merasakan apa-apa selama di jalan. Hanya ada keheningan dan kedamaian khas Karangasem.
Sebetulnya banyak tempat wisata di Karangasem contohnya (Pura Besakih, Taman kasna, Taman Ujung, dan Savana Tianyar) cuma karena waktu yang mepet kami hanya berkesempatan mengunjungi Pura Lempuyang Luhur. Kondisi jalan raya menuju kesana pun sudah mulus. Semuanya sudah beraspal. Tiket masuk Pura Lempuyang Luhur itu seiklasnya tapi kalian harus sewa sarung seharga 10.000/kain. Kalau sudah bawa sarung sendiri sih gak usah nyewa lagi. Berhubung yang akan kalian kunjungi adalah tempat ibadah, jadi bersikap sopan adalah kewajiban. Kalian dilarang berpakaian terbuka, dilarang memakai celana, dilarang bermesraan, dan berbicara kotor.
Pura Lempuyang Luhur sebetulnya terdiri dari banyak Pura. Pura Lempuyang Luhur yang lagi happening di Instagram adalah pura yang paling bawah. Sedangkan Pura yang paling tua adanya di atas gunung. Kami harus berjalan kaki selama 4 jam untuk sampai kesana. Tapi kali ini kami memutuskan untuk mengunjungi pura yang paling bawah aja. Kapan kapan baru naik ke atas.
Stttt!!!! ada rahasia yang mau aku bocorin!

Dulu, waktu kepoin postingan orang-orang tentang Pula Lempuyang Luhur, aku bener-bener takjub sama foto-fotonya. Nyaris gada yang jelek. Ternyata itu semua tidak luput dari para fotografer di sana. Ya, para anak muda yang tinggal di sekitar pura diberdayakan menjadi fotografer di sana. Setiap orang bebas membayar seiklasnya. Mereka juga dibekali teknk foto yang.......hmmm lumayan cerdik.
Sejujurnya foto di atas seperti ada air yang menggenang ya? Padahal bukan. Itu adalah cermin yang digunakan agar bayangan kita terpantul dan memberi efek epic di foto. Kalo foto begini gak bisa pakai SLR, bisanya pake kamera HP biar efek genangan air dan pantulan bayangan objeknya terlihat. Cerdik kan? Setelah berbincang dengan salah satu Bli di sana, ternyata ide foto seperti itu pun datangnya dari mereka bukan dari fotografer handal. Kereeenn!

Waktu terbaik untuk mengunjungi Pura Lempuyang Luhur adalah sore hari saat senja. Tapi kalian harus rela antre puanjaaang buat foto. Kami memilih pergi pagi hari karena gamau antre panjang hahahaha. pagi hari pun antreannya lumayan loh. Semuanya bule. Wisatawan domestik bisa dihitung pakai jari.

Nah kalau ini adalah Pura utama sebetulnya. Ada 3 bangunan Pura dimana bagian tengah dilarang untuk di naiki. Karena tangga bagian tengah hanya khusus untuk para pemangku agama di sana dan hanya boleh dinaiki saat ibadah hari besar. Pengunjung hanya boleh naik melalui tangga kanan dan kiri. Sempat terlintas pikiran, bagaimana bisa mereka mengomersialisasikan tempat ibadah mereka? Tapi ternyata hal itu adalah cara mereka untuk memperkenalkan nilai-nilai Hindu pada orang banyak. Untuk memperkenalkan keberagaman tentunya. Menarik sekali waktu bli bercerita tentang Pura Sad Kahyangan di Bali yaitu 9 Dewa penguasa penjuru mata angin. Pura Lempuyang Luhur menjadi salah satu Pura Sad Kahyang yaitu Pura penjaga di bagian Timur Bali. Bli juga bercerita tentang penggunaan lonceng untuk bermeditasi, Bahkan ia juga membagikan ceritanya tentang klasifikasi negara yang paling pelit perihal pemberian uang tip foto. Ia juga banyak bertanya tentang asmaul husna dan persamaannya dengan para Dewa Hindu. Pokoknya hari itu menarik sekali.

Saat aku kesana, beruntung lagi ada yang ibadah. Dari dulu aku selalu terpukau dengan taatnya orang Hindu dalam beribah, khusyuknya mereka dalam berdoa, ya...itu semua menginspirasi aku. Menginspirasi untuk lebih taat dan khusyuk lagi dalam beribadah. Pura ini memang bagus banget. Mau versi foto editan kek atau wujud aslinya, gada bedanya. Penduduk setempat juga ramah-ramah.
Hanya satu minusnya dari tempat ini, belum ada tempat makan disekitar sana. Saat itu aku juga agak ngeri kalau beli makanan di sana. Takut tidak halal, akhirnya aku hanya makan pop mie di alfa atau indomaret di pinggir jalan.
Usahakan kalau kesini, tidak hanya mengunjungi Pura lempuyang Luhur ya, seperti yang ku sebutkan di atas, masih banyak banget tempat wisata di daerah Karangasem ini. Estimasikan waktu 1 hari penuh untuk mengunjungi beberapa tempat wisata di sini. Kalo mau nginep juga boleh, namun belum banyak hotel yang dibangun di sini. Kalaupun ada harganya tinggi. Tapi kalo kalian sanggup, ya bagus. Bisa dicari di aplikasi pencari hotel.
Pura di Bali tidak dibangun secara sembarang. Terutama Pura-Pura yang besar dan termasuk Pura tua. Semua ada maknanya. Kadang, sebagai orang yang hidup di dunia serba modern, kita menampik semua cerita yang menurut kita tidak masuk akal. Semuanya harus di sambungkan dengan logika. Kalau tidak pas, maka cerita itu dianggap bohong. Begitu kata anak jaman sekarang. Padahal semua cerita yang kita anggap bohong dan tidak masuk akal itu lah yang turut membesarkan kita, turut mendidik kepribadian kita dan pola pikir kita hingga sebesar ini. Ya..orang tua kalian itulah para penurut cerita yang kita anggap bohong. Semua cerita-cerita yang tidak masuk akal itu dijadikan dasar untuk membesarkan kalian. Apakah lantas mereka menghasilkan generasi yang konyol? Tidak. Memahami hal itu, kemudian aku berhenti bertanya mengapa disini berkembang mitos A, apakah harus di taati, apakah cerita tentang dewa dewi itu benar, dan segala pertanyaan yang butuh jawaban logis lainnya. Yang bisa ku lakukan kini setiap kali mendengar cerita asal usul, cerita dewa dewi, cerita tentang kepercayaan, dan cerita magis lainnya hanyalah betapa takjubnya aku membayangkan orang jaman dahulu sebegitu kreatifnya, sebegitu pedulinya tentang hubungan manusia-alam semesta-dan Tuhan. Sementara kini, manusia hanya sibuk memikirkan uang.
Comments